Kamis, 01 Januari 2015

Fireworks, Benarkah Berbahaya?????

13570522871705820673



13570527541866396672
Fireworks ternyata bisa menjadi penyebab:
Kecelakaan, khususnya apabila tidak ditangani secara benar selama penjualan dan penggunaan. Pemerintah Swiss melalui Swiss Central Fireworks Office (SKF) menjadi salah satu negara pelopor regulasi yang mengatur penggunaan kembang api karena ditengarai mengakibatkan kecelakaan pada anak-anak dan 0,6 % kerusakan kebakaran total di Swiss.
Kebisingan. Gangguan kebisingan seharusnya tidak boleh diabaikan karena menyebabkan kecemasan dan reaksi stress bagi mereka yang sensitive.
Pencemaran. Khususnya polusi udara dan limbah B3, karena untuk menghasilkan efek ledakan dan bunga api yang berwarna-warni dibutuhkan bahan peledak yang merupakan campuran belerang, arang dan kalium nitrat yang membakar sangat cepat dan merupakan bahan pendorong  sebelum akhirnya membuncah menjadi percikan-percikan api indah yang mendapat applause penontonnya. Secara teoritis seharusnya semua terbakar di langit sebelum mencemari tanah. Tetapi salah satu penelitian dari EPA (Departemen Perlindungan Lingkungan) Massachusetts menemukan  tingkat perklorat sampai dengan 62 mikrogram per liter pada delapan tanah-sumur pemantauan di kampus Dartmouth, dekat tempat kembang api yang ditembakkan secara teratur.
Polusi udara. Asap yang tersisa dari kembang api ternyata mengandung partikel bahan bakar sulfur dan terhirup masuk masuk paru-paru orang. Sangat berbahaya bagi penderita  sensitivitas asma. Bahkan paparan berkepanjangan bisa menyebabkan kanker paru-paru. Adanya lonjakan partikel yang menimbulkan polusi udara tampak di monitor bahkan setelah tiga jam pertunjukan kembang api.
Dampak lanjutan dari akumulasi logam senyawa. Untuk menghasilkan warna-warni yang berkilauan ditambahkan logam berat dan beracun lainnya, yaitu:
  • Strontium (merah). Ketika bereaksi tidak hanya cantik tetapi juga bersifat radioaktif.  Beberapa senyawa strontium larut dalam air, sedangkan lainnya bergerak jauh ke dalam tanah dan air tanah. Strontium radioaktif memiliki waktu paruh 29 tahun. Strontium radioaktif dapat merusak sumsum tulang, menyebabkan anemia dan mengganggu proses pembekuan darah. Studi laboratorium menunjukkan strontium radioaktif menyebabkan cacat lahir pada hewan. Strontium yang stabil merupakan ancaman bagi anak-anak karena dapat mengganggu pertumbuhan tulang mereka.

  • Aluminium (putih). Alumunium adalah logam paling berlimpah dalam kerak bumi dan paling luas digunakan manusia. Menghindari paparan hampir mustahil. Hampir semua makanan, air, udara dan tanah mengandung aluminium. Orang dewasa rata-rata mengonsumsi sekitar 7 sampai 9 miligram logam putih keperakan dalam makanan setiap hari, artinya  merupakan tingkat aman. Tetapi dapat mempengaruhi otak dan paru-paru pada konsentrasi yang lebih tinggi. Beberapa studi menunjukkan dugaan bahwa paparan aluminium dapat menyebabkan penyakit Alzheimer.

  • Tembaga (biru). Warna biru Fireworks diproduksi oleh senyawa tembaga. Suatu senyawa yang sebetulnya tidak beracun tetapi berubah menjadi dioksin ketika perklorat  dalam kembang api meledak. Dioksin terjadi secara alami, produk sampingan yang tidak diinginkan dari reaksi kimia. Efek kesehatan paparan dioksin adalah chloracne, penyakit kulit yang parah. WHO telah mengidentifikasi dioksin sebagai karsinogen manusia yang mengganggu produksi hormon dan metabolisme glukosa.

  • Barium (hijau). Akumulasi paparan barium dapat mengganggu rantai makanan, apalagi apabila mengkontaminasi air minum. Gejala gangguan kesehatan berupa muntah, diare, kesulitan bernapas, perubahan tekanan darah, mati rasa di sekitar wajah, kelemahan otot umum dan kram. Sedangkan tingkat tinggi paparan barium dapat menyebabkan perubahan irama jantung, kelumpuhan atau kematian.

  • Rubidium (ungu). Merupakan salah satu unsur yang paling berlimpah di bumi. Sangat reaktif dengan air, mampu memicu kebakaran bahkan jauh di bawah titik beku. Belum dilaporkan menyebabkan kerusakan lingkungan yang besar, tetapi dapat menyebabkan iritasi kulit karena begitu reaktif dengan kelembaban, dan cukup beracun bila tertelan.

  • Cadmium (lainnya). Digunakan untuk menghasilkan berbagai macam warna kembang api. Mineral ini terkenal sebagai karsinogen yang dapat merusak paru-paru dan mengakibatkan muntah serta diare. Paparan jangka panjang dapat menyebabkan penyakit ginjal, kerusakan paru-paru dan tulang rapuh. Seperti unsure lainnya, cadmium dapat mengganggu rantai makanan melalui tanaman, ikan dan hewan lainnya.
Selain berbagai residu yang merugikan kelangsungan hidup yang berkelanjutan, kembang api juga hanya membakar uang dengan mubazir. Setidaknya  beberapa media online menghitung jumlah milyaran rupiah yang telah dibakar pada pergantian tahun. Perhitungan masuk akal karena ternyata kembang api yang penulis lihat mampu menembak hingga enam kali ternyata berharga satu juta rupiah.

Fenomena Aneh! Danau di Tanzania Mengubah Hewan Menjadi `Batu`


Danau Natron menyimpan rahasia mematikan. Di satu sisi ia menjadi lokasi kawin dan berkembang biak bagi 2,5 juta Lesser Flamingoes  (Hoenicopterus minor) yang terancam punah. Burung berkaki panjang itu bisa dengan tenang menyantap alga spirulina, terlindung dari para predatornya.

Namun, bagi hewan lain, perairan di utara Tanzania itu bak neraka. Danau alkali dangkal -- dengan kedalaman kurang dari 3 meter itu adalah kuburan bagi ribuan burung dan hewan kecil. Bahkan si flaminggo yang tak hati-hati bakal mati.


Natron adalah danau garam, airnya memiliki pH sampai 10,5, begitu kaustik hingga bisa membakar kulit dan mata hewan yang tidak bisa beradaptasi dengannya. Ditambah lagi dengan suhu airnya yang bisa mencapai 60 derajat Celcius.

Danau Natron, namanya diambil dari natron -- mineral natrium karbonat dekahidrat (sodium carbonate decahydrate) yang biasa digunakan orang Mesir kuno mengeringkan organ selama proses mumifikasi atau membuat mumi.

Kandungan mineral dalam airnya juga punya fungsi sebagai pengawet bangkai hewan malang yang tercebur lalu mati. Membuat mereka seakan dicelupkan dalam adonan semen. 



Satu-satunya spesies hewan yang dapat bertahan hidup di bawah permukaan danau adalah alkaline tilapia (Alcolapia alcalica), ikan sejenis nila yang bisa bertahan hidup di sepanjang tepi yang airnya kurang asin. Juga sejumlah bakteri.

Fotografer alam liar, Nick Brandt menggunakan bangkai-bangkai hewan di Danau Natron sebagai model dari serial fotografi terbarunya yang mengerikan.

"Menemukan mereka terdampar di sepanjang tepian Danau Natron, saya pikir sangat luar biasa. Bayangkan, setiap detil, dari ujung lidah kelelawar, rambut-rambut kecil di wajahnya, seluruh tubuh elang pemakan ikan, diawetkan dengan sempurna," kata Brandt seperti dimuat CBSNews.com, 3 Oktober 2013.

Belum diketahui bagaimana bisa burung-burung dan kelelawar terjun dalam air yang mematikan. Menurut Brandt, mungkin mereka bingung dengan "refleksi alami ekstrem" pada permukaan danau tersebut -- yang kerap berubah warna. Mirip dengan fenomena burung terbang ke arah jendela kaca dan menabraknya.

Saat memotret bangkai binatang yang kini mirip patung itu, Brant memutuskan untuk membuat mereka dalam posisi seakan masih hidup. Menaruh mereka di ranting pohon atau di atas air. "Aku menempatkan mereka dalam posisi 'hidup'. Seakan hidup lagi setelah mati," kata dia.

Sebagian hasil karya Brant kini dipamerkan di Hasted Kraeutler Gallery di New York dan akan dipublikasikan dalam buku fotografi berjudul, "Across The Ravaged Land".

Asal Usul Natron



Sementara, ahli ekologi di University of Leicester, David Harper mengatakan, jika di tempat lain bangkai hewan yang mati akan terurai dengan cepat, beda halnya di Danau Natron.

"Saat mengering, garam akan membentuk lapisan kerak dan akan bertahan selamanya," kata Harper yang  pernah mengunjungi Danau Natron empat kali, seperti Liputan6.com kutip dari NBC News.

Garam yang terkandung di Danau Natron tidak seperti garam masak yang dipanen dari laut. Melainkan kapur magmatik yang telah ditempa dalam bumi, keluar melalui aliran lava, dan disemburkan ke udara menjadi awan abu setinggi 10 mil.

Pelakunya adalah Ol Doinyo Lengai, sebuah gunung berapi berusia 1 juta tahun yang terletak di selatan Danau Natron.

Hannes Mattsson, seorang peneliti di Swiss Institute of Technology di Zurich mengatakan, gunung berapi lain biasanya memuntahkan silikat, namun Ol Doinyo Lengai adalah satu-satunya di planet ini yang menyemburkan "natrocarbonatite" -- yang kaya akan sodium, kalium karbonat,  nyerereite dan gregoryite. Jauh lebih asin dari silikat.

Material abu vulkanik lalu dikumpulkan air hujan yang masuk ke danau. Itu menjelaskan mengapa hewan yang tercebur di dalamnya terlihat seperti telah jatuh dalam ember semen. Air danau juga mengalami lonjakan salinitas karenanya.

Sementara, Gunung Ol Doinyo Lengai telah meletus sedikitnya delapan kali sejak 1883. Terakhir meletus pada 2007 lalu. (Ein)